Sunday, November 27, 2016

Besaran Masalah Akreditasi Puskesmas

Akreditasi puskesmas menjadi penting dalam mempertahankan mutu pelayanan puskesmas. Mutu menjadi satu jaminan pelayanan yang sesuai standar yang ditetapkan. Mutu yang terjamin bisa menimbulkan kepuasan pelanggan dalam hal ini pengunjung puskesmas tetapi bukan merupakan suatu jaminan kepuasan pelanggan.
Dalam mencapai jaminan mutu yang terstandar perlu dilakukan upaya pemetaan terhadap kemampuan puskesmas dalam melakukan pelayanan yang sesuai standar tersebut. Puskesmas dalam melaksanakan pelayanan sebagian lebih mendasarkan pada kebiasaan atau aturan yang telah dibakukan sendiri tanpa menjadikan standar baku pelayanan menjadi acuan. Kebiasaan melaksanakan sesuai standar yang tidak baku tersebut menjadi kendala dalam merubah sikap atau prilaku untuk kembali kepada aturan yang sudah baku atau terstandar.
Perubahan pelayanan kepada pelayanan yang terstandar menjadi penting untuk dilakukan, hal ini untuk menjamin mutu pelayanan yang diperoleh oleh pengunjung puskesmas. Upaya perubahan tersebut terkendala pada beberapa hal yang menjadi standar pelayanan.
Diantara kendala tersebut diatas adalah, pertama komitmen kepala puskesmas terhadap perubahan itu sendiri. Sebagaimana diketahui sebagian masyarakat di Indonesia masih menganut filosofi pemimpin sebagai panutan, dimana ketergantungan terhadap pemimpin sangat tinggi. Apabila pemimpin mempunyai komitmen untuk berubah kemungkinan bawahan berubah sangat besar.
Kedua, ketersediaan sumber daya manusia. Sebagian puskesmas mempunyai kendala dalam jumlah tenaga yang kompeten terhadap program kesehatan. Kendala tenaga ini sangat kecil bisa diatasi oleh puskesmas, dimana peraturan tidak memungkinkan puskesmas untuk menambah tenaga sendiri. Ketersediaan tenaga sangat tergantung dari tingkat yang lebih tinggi baik pemerintah kabupaten maupun pemerintah pusat.
Ketiga, beban kerja petugas puskesmas. Keterbatasan tenaga di puskesmas menyebabkan satu tenaga bisa memegang beberapa program. Apabila mengacu pada standar akreditasi dimana satu program mempunyai SOP dan pertanggungjawaban tersendiri, maka bisa dibayangkan satu orang petugas harus membuat SOP dan pertanggungjawaban beberapa program.
Keempat, status hukum lahan yang di gunakan puskesmas. Kendala yang dihadapi terhadap status lahan puskesmas adalah kepemilikan lahan yang masih diakui oleh beberapa pihak. Kendala tersebut menjadi sulit apabila mengacu pada sebagai dasar penilaian akreditasi puskesmas. Kasus lahan juga sangat terkait dengan status hukum lahan sehingga memerlukan waktu yang lama dalam penyelesaiannya.
Kelima, sarana dan prasarana puskesmas. Kelengkapan sarana dan prasarana sebagai dasar untuk melakukan pelayanan yang terstandar belum sepenuhnya tersedia. Penilaian akredasi akan mendasarkan pada sarana yang tersedia dalam melakukan pelayanan.
Keenam, perubahan pola fikir dari standar pelayanan sebagai ajang penilaian kepada standar pelayanan sebagai system yang harus dipenuhi dalam melaksanakan pelayanan yang terstandar. Pola fikir lama yang akan melengkapi indikator pelayanan maksimal ketika ada penilaian puskesmas atau supervisi menjadikan puskemas hanya akan memenuhi standar tersebut ketika akan ada kegiatan tersebut. Perbedaan akan terjadi apabila pelayanan terstandar merupakan system pelayanan yang harus terpenuhi, sehingga ada atau tidak ada penilaian, pelayanan terstandar tetap dilaksanakan.
Permasalahan diatas merupakan sebagian kendala yang akan di hadapi untuk melakukan pelayanan yang terstandar. Pada saat in pelayanan yang terstandar sangat penting untuk menjamin mutu pelayanan. Akreditasi puskesmas sudah mendesak untuk dilaksanakan sebagai upaya standarisasi pelayanan puskesmas dan sebagai jaminan mutu pelayanan.
Beberapa kendala diatas tidak menjadikan hambatan dalam membuat pelayanan di puskesmas untuk mempunyai standar mutu terakreditasi. Akreditasi puskesmas merupakan system kerja yang terstandar bukan standar kelengkapan dokumen kegiatan, sehingga puskesmas harus mulai mempersipkan diri dalam rangka bekerja sesuai dengan standar pelayanan yang mempunyai standar mutu yang baku.


(Dinkes Kab. Bogor 2015)

Ketentuan Penilaian Akreditasi FKTP


Penilaian akreditasi oleh lembaga independen

Adalah Lembaga independen yang diberi kewenangan dan akan melakukan penilaian akreditasi Puskesmas dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama lainnya 
Sebelum lembaga independen tersebut terbentuk, maka Kementerian Kesehatan membentuk Komisi Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang bertugas untuk menyiapkan pembentukan Lembaga Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama, dan melakukan penilaian akreditasi sampai terbentuknya Lembaga independen tersebut.


Pelaksanaan survei

Periksa dokumen yang menjadi regulasi: dokumen eksternal dan internal
Telusur:
Wawancara:
•Pimpinan puskesmas
•Penanggung jawab program
•Staf puskesmas
•Lintas sektor
•Masyarakat
•Pasien, keluarga pasien
Observasi:
•Pelaksanaan kegiatan
•Dokumen sebagai bukti pelaksanaan kegiatan (rekaman/records)

Penilaian akreditasi dilakukan dengan menilai tiap elemen penilaian pada tiap kriteria

     Pencapaian terhadap elemen-elemen penilaian pada setiap kriteria diukur dengan tingkatan sebagai berikut:
1). Terpenuhi                   : bila pencapaian elemen ≥ 80 % dengan nilai 10,
2). Terpenuhi sebagian   : bila pencapaian elemen 20 % - 79 %, dengan nilai 5,
3). Tidak terpenuhi          : bila pencapaian elemen < 20 %, dengan nilai 0.

Ketentuan kelulusan akreditasi puskesmas

Tidak terakreditasi : Bab I, II ≤ 75 %, Bab IV, V, VII ≤ 60 %, Bab III, VI, VIII, IX ≤ 20 %
Terakreditasi dasar: Bab I, II ≥ 75 %, Bab IV, V, VII ≥ 60 %, Bab III, VI, VIII, IX ≥ 20 %
Terakreditasi madya: Bab I, II, IV, V ≥75 %, Bab VII, VIII ≥ 60 %, Bab III, VI, IX ≥ 40 %
Terakreditasi utama: Bab I, II, IV, V, VII, VIII ≥ 80 %, Bab III, VI, IX ≥ 60 %
Terakreditasi paripurna: semua Bab ≥ 80 %

Hasil penilaian akreditasi oleh tim surveior dikirim kepada Komisi melalui koordinator surveior di Provinsi disertai dengan rekomendasi keputusan akreditasi.
Penetapan status akreditasi dilakukan oleh tim penilai yang ada pada  Komisi (Komisioner) berdasarkan penilaian terhadap rekomendasi tim surveyor.  
Jika lulus, maka Komisi Akreditasi untuk menerbitkan sertifikat akreditasi.
Sertifikat akreditasi berlaku selama 3 (tiga) tahun tahun dengan pembinaan oleh Tim Pendamping Akreditasi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setiap 12 Bulan


Saturday, November 26, 2016

Persiapan Buat Puskesmas Yang Akan di Akreditasi (download)


Sesuai Roadmap Akreditasi Puskesmas hingga Tahun 2019 minimal 1 kecamatan terdapat 1 (satu) Puskesmas Terakreditasi.
Sehingga mau atau tidak mau semua Puskesmas di Indonesia harus mempersiapkan diri dalam rangka akreditasi Puskesmas sebagai salah satu syarat kerjasama dengan JKN atau BPJS. Materi dan File Download di Blog ini bertujuan untuk memudahkan Puskesmas mempelajari Dasar Akreditasi sebagai Panduan Puskesmas untuk Persiapan menuju Akreditasi. 
Berikut Ini Buku dan pedoman wajib (pdf) yang harus ada dan dipelajari oleh Puskesmas (Kepala Puskesmas dan seluruh Karyawan) :








Semoga bermanfaat bagi Puskesmas yang membutuhkan, sehingga mampu mempersiapkan diri lebih awal menuju Akreditasi.
__________________________________________________________________
Untuk File Akreditasi lainnya akan di Update dan Posting pada halaman berikutnya

PENDAHULUAN



Akreditasi Puskesmas merupakan upaya peningkatan mutu dan kinerja pelayanan Puskesmas yang dilakukan melalui membangun sistem manajemen mutu, penyelenggaraan upaya Puskesmas, dan sistem pelayanan klinis untuk memenuhi standar akreditasi yang ditetapkan dan peraturan perundangan serta pedoman yang berlaku.
Untuk membangun sistem manajemen mutu, penyelenggaraan program, dan sistem pelayanan klinis di Puskesmas perlu disusun pengaturan-pengaturan (regulasi) internal yang menjadi dasar dalam pelaksanaan program dan kegiatan pelayanan.  Penetapan dan pemberlakuan regulasi internal  berupa Kebijakan, Pedoman, dan Standar Prosedur Operasional (SPO)  dan dokumen lain yang merupakan pembakuan sistem manajemen mutu dan sistem pelayanan yang ada di Puskesmas,  disusun berdasarkan peraturan perundangan dan pedoman-pedoman eksternal yang berlaku.
Untuk memudahkan Kepala Puskesmas, ketua tim mutu Puskesmas, penanggung jawab dan pelaksanan upaya Puskesmas,  serta pendamping akreditasi Puskesmas dalam mempersiapkan Puskesmas untuk akreditasi, maka perlu disusun pedoman penyusunan dokumen akreditasi Puskesmas.

A.  Tujuan  penyusunan  pedoman dokumen Akreditasi Puskesmas  dan  Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer adalah:

1.  1. Tersedianya pedoman bagi Kepala Puskesmas, penanggung jawab dan pelaksana  upaya Puskesmas,  dalam menyusun dokumen-dokumen yang dipersyaratkan dalam standar akreditasi Puskesmas dan  Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, merupakan regulasi internal di Puskesmas

2.  2. Tersedianya Pedoman Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota, bagi pendamping akreditasi Puskesmas dan  Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer

3.    3. Tersedianya pedoman bagi surveyor dalam melakukan penilaian akreditasi Puskesmas dan  Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer

4.  4. Tersedianya pedoman penyusunan dokumen untuk pelatihan akreditasi Puskesmas dan  Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer


Pedoman ini disusun untuk dapat digunakan sebagai pedoman penyusunan dokumen bagi Kepala Puskesmas, Penanggung jawab dan pelaksana upaya Puskesmas, Penanggung jawab dan pelaksana pelayanan di Puskesmas, pendamping tingkat Kabupaten/ Kota, pendamping tingkat Provinsi, pendamping tingkat Pusat dan surveyor  akreditasi Puskesmas dan  Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.

Pengendalian Dokumen dan Rekaman



1. Pengertian dokumen adalah: Semua dokumen yg harus disiapkan Puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan primer, dan untuk memenuhi instrumen Akreditasi. Jenis  dan  macam dokumen  mengacu kepada  standar dan  Kriteria, definisi operasional, serta cara pembuktian dan telusur dokumen yg ada dlm instrumen akreditasi Puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan primer,
2.  Rekaman adalah:  dokumen yang memberi bukti obyektif dari kegiatan yang dilakukan atau hasil yang dicapai didalam kegiatan Puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan primer untuk peningkatan mutu,
3. Pengendalian dokumen dan rekaman adalah: sistem penomoran dan sistem penyimpanan dokumen yang dibtuhkan oleh sistem manajemen mutu akreditasi Puskesmas harus dikendalikan. Catatan/ rekaman adalah jenis khusus dari dokumen dan dikendalikan, dalam artian harus diberi nomor agar mudah untuk pengelolaannya.
Pengendalian dokumen disusun SPO dan diatur didalam kebijakan pengendalian dokumen pada kriteria 2.1.11 elemen penilaian 4, untuk mendefinikan pengendalian yang diperlukan:
a.    Menyetujui dokumen untuk kecukupan sebelum terbit,
b.    Menelaah dan memperbaharui sebagaiman perlu, dan persetujuan ulang dokumen,
c.    Memastikan bahwa perubahan dan status revisi terkini dari dokumen teridentifikasi,
d. Memastikan bahwa versi yang relevan dari dokumen yang dapat diterapkkan tersedia ditempat pengguna,
e.    Memastikan bahwa dokumen tetap dapat terbaca dan segeradapat teridentifikasi,
f.  Memastikan bahwa dokumen yang berasal dari luar organisasi yang ditetapkan oleh organisasi yang penting untuk perencanaan dan operasional sistem manajemen mutu diidentifikasi dan distribusinya dikendalikan,
g. Mencegah penggunaan tidak sengaja dokumen kadaluwarsa dan untuk menerapkan identifikasi yang sesuai pada dokumen bila disimpan untuk maksud apapun.
Catatan/ rekaman yang diterapkan untuk memberikan bukti kesesuaian terhadap persyaratan dan bukti operasional yang efektif dari sistem manajemen mutu harus dikendallikan. Organisasi harus menetapkan SPO terdokumentasi untuk mendefinikan pengendalian yang diperlukan untuk identifikasi, penyimpanan, perlindungan, pengambilan, lama simpan dan permusnahan. Catatan/ rekaman harus dapat terbaca, segera dapat teridentifikasi dan dapat diakses kembali.

Pedoman penyusunan dokumen memberikan contoh cara pembuatan dokumen bukan memberikan isi didalam dokumen, isi dokumen sesuai dengan langkah- langkah yang dilakukan didalam organisasi. 

Penyusunan kerangka acuan upaya Puskesmas



Penyusunan kerangka acuan program/ kegiatan dengan mencakup Tujuan Umum dan Khusus: Merupakan tujuan program. Tujuan Umum: adalah tujuan secara garis besar, sedangkan tujuan khusus merupakan rincian kegiatan- kegiatan yang akan dicapai dari organisasi. Kegiatan pokok dan  rincian kegiatan: langkah- langkah kegiatan  dilaksanakan sehingga Tercapainya tujuan program. Karena itu antara tujuan  dan kegiatan harus berkaitan dan  sejalan. Cara melaksanakankegiatan, metode untuk melaksanakan kegiatan pokok dan rincian kegiatan.
1.    Sistematika/ Format Kerangka Acuan upaya Kegiatan
Sistematika atau format kerangka acuan upaya Kegiatan sebagai berikut :
a.    Pendahuluan
b.    Latar belakang
c.    Tujuan umum dan tujuan khusus
d.   Kegiatan pokok dan rincian kegiatan
e.    Cara melaksanakan kegiatan
f.     Sasaran
g.    Skedul (Jadwal) pelaksanaan kegiatan
h.    Evaluasi pelaksanaan kegiatan dan pelaporan
i.      Pencatatan, Pelaporan dan evaluasi kegiatan
Sistematika/ format tersebut diatas adalah minimal Puskesmas dapat menambah sesuai kebutuhan, tetapi tidak diperbolehkan mengurangi. Contoh penambahan : ditambah point untuk rencana pembiayaan/ anggaran.
Petunjuk Penulisan
a.    Pendahuluan
Yang ditulis dalam pendahuluan adalah hal-hal yang bersifat umum yang masih terkait dengan program/ kegiatan
b.   Latar belakang
Latar belakang adalah merupakan justifikasi atau alasan mengapa program tersebut disusun. Sebaiknya dilengkapi dengan data-data sehingga alasan diperlukan program tersebut dapat lebih kuat.
c.    Tujuan umum dan tujuan khusus
Tujuan ini adalah merupakan tujuan program/ kegiatan. Tujuan umum adalah tujuan secara garis besarnya, sedangkan tujuan khusus adalah tujuan secara rinci
d.   Kegiatan pokok dan rincian kegiatan
Kegiatan pokok dan rincian kegiatan adalah langkah-langkah kegiatan yang harus dilakukan sehingga tercapainyaa tujuan program/ kegiatan tersebut. Oleh karena itu antara tujuan dan kegiatan harus berkaitan dan sejalan.
e.    Cara melaksanakan kegiatan
Cara melaksanakan kegiatan adalah metode untuk melaksanakan kegiatan pokok dan rincian kegiatan. Metode tersebut bisa antara lain dengan membentuk tim, melakukan rapat, melakukan audit, dan lain-lain
f.     Sasaran
Sasaran program adalah target pertahun yang spesifik dan terukur untuk mencapai tujuan-tujuan program/ kegiatan.
Sasaran program/ kegiatan menunjukkan hasil antara yang diperlukan untuk merealisir tujuan tertentu. Penyusunan sasaran program perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Sasaran yang baik harus memenuhi “SMART” yaitu :
1)    Specific : sasaran harus menggambarkan hasil spesifik yang diinginkan, bukan cara pencapaiannya. Sasaran harus memberikan arah dan tolok ukur yang jelas sehingga dapat dijadikan landasan untuk penyusunan strategi dan kegiatan yang spesifik.
2)       Measurable : sasaran harus terukur dan dapat dipergunakan untuk memastikan apa dan kapan pencapaiannya. Akontabilitas harus ditanamkan kedalam proses perencanaan. Oleh karenanya meetodologi untuk mengukur pencapaian sasaran (keberhasilan program/ kegiatan) harus ditetapkan sebelum kegiatan yang terkait dengan sasaran tersebut dilaksanakan.
3)        Agressive but Attainable : apabila sasaran harus dijadikan standar keberhasilan, maka sasaran harus menantang, namun tidak boleh mengandung target yang tidak layak. Umpamanya kita bisa menetapkan sebagai suatu sasaran “Pengurangan kematian misalnya akibat TB akan dapat dicapai pada suatu tingkat tertentu” tetapi meniadakan kematian merupakan hal yang tidak dapat dipastikan kelayakannya.
4)     Result oriented : sedapat mungkin sasaran harus menspesifikkan hasil yang ingin dicapai. Misalnya : mengurangi komplain masyarakat terhadap pelayanan OAT sebesar 50%
5)        Time bound : sasaran sebaiknya dapat dicapai dalam waktu yang relatif pendek, mulai dari beberapa minggu sampai  beberapa bulan (sebaiknya kurang dari 1 tahun). Kalau ada upaya/ kegiatan 5 (lima) tahun dibuat sasaran antara. Sasaran akan lebih mudah dikelola dan dapat lebih serasi dengan proses anggaran apabila dibuat sesuai dengan batas-batas tahun anggaran di Puskesmas.
Seni di dalam penentuan sasaran adalah menimbulkan tantangan yang dapat dicapai. Sasaran yang terbaik adalah sasaran yang dapat mendorong peningkatan kapasitas Puskesmas, namun dalam batas-batas kelayakan. Sasaran yang baik tidak hanya akan meningkatkan program/ kegiatan dan jasa pelayanan yang dihasilkan, namun juga menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri pada para pelaksananya. Sebaliknya penerapan target kinerja yang tidak mungkin dicapai akan melemahkan motivasi, membunuh inisiatif dan mengahmbat daya inovasi para karyawan.
g.    Skedul (Jadual) pelaksanaan kegiatan
Skedul atau jadwal adalah merupakan perencanaan waktu melaksanakan langkah-langkah pelaksanaan program/ kegiatan. Lama waktu tergantung rencana program/ kegiatan tersebut dilaksanakan. Untuk program tahunan, maka jadwal yang dibuat adalah jadwal untuk 1 tahun, sedangkan untuk program/ kegiatan 5 tahun maka jadwal yang harus dibuat adalah jadwal 5 tahun. Skedul (jadwal) dapat dibuat time table sebagai berikut :
h.   Evaluasi pelaksanaan kegiatan dan pelaporan
Yang dimaksud dengan evaluasi pelaksanaan kegiatan adalah evaluasi dari skedul (jadual) kegiatan. Skedul (jadual) tersebut akan dievaluasi setiap berapa bulan sekali (kurun waktu tertentu), sehingga apabila dari evaluasi diketahui ada pergeseran jadwal atau penyimpangan jadwal, maka dapat segera diperbaiki sehingga tidak mengganggu program/ kegiatan secara keseluruhan. Karena itu yang ditulis dalam kerangka acuan adalah kapan (setiap kurun waktu berapa lama) evaluasi pelaksanaan kegiatan dilakukan dan siapa yang melakukan.
Yang dimaksud dengan pelaporannya adalah bagaimana membuat laporan evaluasi pelaksanaan kegiatan tersebut dan kapan laporan tersebut harus dibuat. Jadi yang harus ditulis di dalam kerangka acuan adalah cara bagaimana membuat laporan evaluasi dan kapan laporan tersebut harus dibuat dan ditujukan kepada siapa.
i.      Pencatatan, Pelaporan dan evaluasi kegiatan
Pencatatan adalah catatan kegiatan dan yang ditulis dalam kerangka acuan adalaah bagaimana melakukan pencatatan keegiatan atau membuat dokumentasi kegiatan.
Pelaporan adalah bagaimana membuat laporan program dan kurun waaktu (kapan) laporan harus diserahkan dan kepada siapa saja laporan tersebut harus diserahkan.

Evaluai kegiatan adalah evaluasi pelaksanaan Program/ kegiatan secara menyeluruh. Jadi yang di tulis didalam kerangka acuan, bagaimana melakukan evaluasi dan kapan evaluasi harus dilakukan.

Standar Prosedur Operasional (SPO)



Istilah prosedur ada beberapa pengertian, diantaranya:
1. Standard Operating Procedures (SOP)  adalah serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan mengenai berbagai proses penyelenggaraan administrasi pemerintah, (Kepmenpan No.021 tahun 2008). 
2. Instruksi kerja adalah petunjuk kerja terdokumentasi yang dibuat secara rinci, spesifik dan bersifat instruktif, yang dipergunakan oleh pekerja sebagai acuan dalam melaksanakan suatu pekerjaan spesifik agar dapat mencapai hasil kerja sesuai persyaratan yang telah ditetapkan ( Susilo, 2003).
Langkah didalam penyusunan instruksi kerja sama dengan penyusunan prosedur, namun ada perbedaan, instruksi kerja  adalah suatu proses yang melibatkan satu bagian/ unit/ profesi, sedangkan  prosedur  adalah suatu proses yang melibat  lebih dari satu bagian/ unit/ profesi. Prinsip dalam penyusunan prosedur dan instruksi kerja adalah kerjakan yang ditulis, tulis yang dikerjakan, buktikan dan tindak-lanjut, serta dapat ditelusur hasilnya.
Standar Prosedur Operasional (SPO) , istilah ini digunakan di Undang-undang No. 29 Tahun 2004, tentang Praktik Kedokteran dan Undang-undang No. 44 Tahun 2009, tentang Rumah Sakit,
Beberapa Istilah Prosedur yang sering digunakan yaitu :
Ø  Prosedur  yang telah ditetapkan disingkat Protap,
Ø  Prosedur untuk panduan Kerja (prosedur kerja, disingkat PK),
Ø  Prosedur untuk melakukan tindakan,
Ø  Prosedur Penatalaksanaan
Ø  Petunjuk pelaksanaan disingkat Juklak,
Ø  Petunjuk pelaksanaan secara tehnis, disingkat Juknis,
Ø  Prosedur untuk melakukan tindakan klinis adalah Algoritma/  Clinical Patway, namun pada saat ini umumnya juga disebut prosedur,
Walaupun banyak istilah tentang pengertian prosedur agar tidak menjadikan salah tapsir maka yang dipergunakan didalam dokumen akreditasi Puskesmas dan  fasilitas pelayanan kesehatan primer didalam buku panduan ini adalah Standar Prosedur Operasiona  (SPO). Sedangkan pengertian  SPO adalah : Suatu perangkat instruksi/ langkah-langkah yang di bakukan untuk menyelesaikan proses kerja rutin tertentu.
a.       Tujuan Penyusunan SPO,
Agar berbagai proses kerja rutin terlaksana dengan  efisien, efektif, konsisten/ seragam dan aman, dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan melalui pemenuhan standar yang berlaku.
 b.      Manfaat SPO,
         Memenuhi persyaratan standar pelayanan Puskesmas
            Mendokumentasi langkah-langkah kegiatan
            Memastikan staf Puskesmas memahami bagaimana melaksanakan pekerjaannya.
        Contoh :
SPO Pemberian informasi, SPO Pemasangan infus, SPO Pemindahan pasien dari tempat tidur ke kereta dorong,
  c.    Format SPO.
1)   Format SPO dibakukan agar tidak terjadi banyak format yang digunakan, contoh pada lampiran, dan diberlakukan sesuai dengan akreditasi Puskesmas ini diberlakukan,
2)   Format merupakan format minimal, oleh karena itu format ini dapat diberi tambahan materi/  kolom misalnya, nama penyusun SPO, unit yang memeriksa SPO. Untuk SPO tindakan agar memudahkan didalam melihat langkah- langkahnya dengan bagan alir, persiapan alat dan bahan dan lain- lain, namun tidak boleh mengurangi item-tem yang ada di SPO.
    Format SPO sebagai berikut :
Logo


Nama Organisasi
Judul SPO.

SPO
No. Dokumen    :
Ditetapkan  Oleh Kepala Puskesmas…

Nama. NIP.
No. Revisi          :    
Tanggal Terbit   :
Halaman             :    

1.    Pengertian

2.    Tujuan

3.    Kebijakan

4.    Referensi

5.    Prosedur/ Langkah- langkah

6.    Unit terkait


v    Penjelasan :
Penulisan SPO yang harus tetap didalam tabel/kotak adalah :nama Puskesmas dan logo, judul SPO, nomor dokumen,  tanggal terbit dan tandatangan Kepala Puskesmas, sedangkan untuk pengertian, tujuan, kebijakan, prosedur/ langkah- langkah, dan unit terkait boleh tidak diberi kotak/ tabel.
d.    Petujuk Pengisian SPO
a.    Logo yang dipakai adalah logo Pemerintah kabupaten/ kota, sedangkan  nama organisasi  adalah nama Puskesmas,
b.    Kotak Heading : masing-masing kotak ( Puskesmas, judul SPO, No. dokumen, No.revisi, Halaman, SPO, tanggal terbit, ditetapkan Kepala Puskesmas ) diisi sebagai berikut :
v  Heading dan kotaknya dicetak pada setiap halaman. Pada halaman pertama kotak heading harus lengkap, untuk halaman-halaman berikutnya kotak heading dapat hanya memuat: kotak nama Puskesmas, judul SPO, No.dokumen, No.Revisi dan halaman.
v  Kotak Puskesmas diberi nama Puskesmas dan Logo pemerintah daerah,
v  Judul SPO : diberi Judul /nama SPO sesuai proses kerjanya
v  No. Dokumen: diisi sesuai dengan ketentuan penomeran yang berlaku di Puskesmas yang bersangkutan, dibuat sistematis agar ada keseragaman.
v  No. Revisi : diisi dengan status revisi, dianjurkan menggunakan huruf. Contoh : dokumen baru diberi huruf A, dokumen revisi pertma diberi huruf  B dn seterusnya. Tetapi dapat juga dengan angka, misalnya untuk dokumen baru dapat diberi nomor 0, sedangkan dokumen revisi pertama diberi nomor 1, dan seterusnya.
v  Halaman : diisi nomor halaman dengan mencantumkan juga total halaman untuk SPO tersebut. misalnya : halaman pertama : 1/5, halaman kedua: 2/5, halaman terakhir : 5/5.
v  SPO diberi penamaan sesuai ketentuan (istilah) yang digunakan Puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan primer, misalnya : SPO, Prosedur, prosedur tetap, petunjuk pelaksanaan, prosedur kerja dan sebagainya.
v  Tanggal terbit  : diberi tanggal sesuai tanggal terbitnya atau tanggal diberlakukannya SPO tersebut
v  Ditetapkan Kepala Pusksmas : diberi tandatangan Kepala Puskesmas dan nama jelasnya.
e.    Isi SPO :
1.         Pengertian : yang paling awal diisi judul SPO adalah, dan berisi penjelasan dan atau definisi tentang istilah yang mungkin sulit dipahami atau menyebabkan salah pengertian/ menimbulkan multi persepsi.
2.         Tujuan : berisi tujuan pelaksanaan SPO secara spesifik. Kata kunci : “ Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk ……”
3.         Kebijakan : berisi kebijakan Kepala Puskesmas yang menjadi dasar dibuatnya SPO tersebut. dicantumkan kebijakan yang mendasari SPO tersebut, kemudian diikuti dengan peraturan/keputusan dari kebijakan terkait.
4.      Referensi: berisikan dokumen ekternal sebagai acuan penyusunan SPO, bisa berbentuk buku, peraturan perundang- undangan, ataupun bentuk lain sebagai bahan pustaka,
5.         Langkah- langkah Prosedur : bagian ini merupakan bagian utama yang menguraikan langkah-langkah kegiatan untuk menyelesaikan prose kerja tertentu.
6.         Unit terkait : berisi unit-unit yang terkait dan atau prosedur terkait dalam proses kerja tersebut.
f.   Diagram Alir/ bagan alir (Flow Chart):
Didalam penyusunan prosedur maupun instruksi kerja sebaiknya dalam langkah- langkah kegiatan dilengkapi dengan diagram alir/ bagan alir untuk memudahkan dalam pemahaman langkah-langkahnya. Adapun bagan alir secara garis besar dibagi menjadi dua macam, yaitu diagram alir makro dan diagram alir mikro.
v  Diagram alir makro/ Makro flow chart, menunjukkan kegiatan-kegiatan secara garis besar dari proses yang ingin kita tingkatkan, hanya mengenal satu simbol.  


v  Diagram alir mikro/ mikro  flow chart, menunjukkan rincian kegiatan-kegiatan dari tiap tahapan diagram makro
g.    Tata Cara Pengelolaan SPO
1) Puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan primer agar menetapkan siapa yang mengelola SPO
2)   Pengelola SPO harus mempunyai arsip seluruh SPO Puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan primer,
3)   Pengelola SPO agar membuat tata cara penyusunan, penomoran, distribusi, penarikan, penyimpanan, evaluasi dan revisi SPO
h.     Tata Cara Penyusunan SPO
Hal-hal yang perlu diingat :
1)   Siapa yang harus menulis atau menyusun SPO
2)   Bagaimana merencanakan dan mengembangkan SPO
3)   Bagaimana SPO dapat dikenali
4)   Bagaimana memperkenalkan SPO kepada pelaksana dan unit terkait
5)   Bagaimana pengendalian SPO-nya (nomor, revisi, dan distribusi ).
6)   Syarat penyusunan  SPO :
v Identifikasi kebutuhan, yakni mengidentifikasi apakah kegiatan yang dilakukan saat ini sudah memiliki SPO atau belum, dan bila sudah agar diidentifikasi apakah SPO masih efektif atau tidak.
v Perlu ditekankan bahwa SPO harus ditulis oleh mereka yang melakuan pekerjaan tersebut atau oleh unit kerja tersebut. Tim atau panitia yang ditunjuk oleh Kepala Puskesmas hanya untuk menanggapi dan mengkoreksi SPO tersebut. Hal tersebut sangatlah penting, karena komitmen terhadap pelaksanaan SPO hanya diperoleh dengan adanya keterlibatan personel/ unit kerja dalam penyusunan SPO.
v SPO harus merupakan flow charting dari suatu kegiatan. Pelaksana atau unit kerja agar mencatat proses kegiatan dan membuat alurnya kemudian Tim Mutu  diminta memberikan tanggapan.
v Di dalam SPO harus dapat dikenali dengan jelas siapa melakukan apa, dimana, kapan, dan mengapa.
v SPO jangan menggunakan kalimat majemuk, subjek, predikat dan objek harus jelas.
v SPO harus menggunakan kalimat perintah/ instruksi dengan bahasa yang dikenal pemakai.
v SPO harus jelas, ringkas, dan mudah dilaksanakan. Untuk SPO pelayanan pasien maka harus memperhatikan aspek keselamatan, keamanan dan kenyamanan pasien. Untuk SPO profesi harus mengacu kepada standar profesi, standar pelayanan, mengikuti perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) kesehatan, dan memperhatikan aspek keselamatan pasien.
i.    Proses penyusunan SPO
1)  SPO disusun dengan menggunakan format sesuai dengan panduan penyusunan dokumen akreditasi Puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan primer ini.
2)   Penyusunan SPO dapat dikelola oleh  kelompok upaya Puskesmas dengan dikoordinir oleh tim mutu Puskesmas  dengan mekanisme sebagai berikut :
a)    Pelaksana atau unit kerja/ upaya menyusun SPO dengan melibatkan unit terkait.
b)   SPO yag telah disusun oleh pelaksana atau unit kerja/ upaya  disampaikan ke tim mutu Puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan primer,
c)    Fungsi tim mutu Puskesmas didalam penyusunan SPO adalah :
(1)  Memberikan tanggapan, mengkoreksi dan memperbaiki terhadap SPO yang telah disusun oleh pelaksana atau unit kerja baik dari segi bahasan maupun penulisan,
(2)  Sebagai koordinator dari SPO yang sudah dibuat oleh masing-masing unit kerja sehingga tidak terjadi duplikasi SPO/ tumpang tindih SPO antar unit,
(3)  Melakukan cek ulang terhadap SPO-SPO yang akan ditandatangani oleh Kepala Puskesmas.
(4)  Penyusunan SPO dilakukan dengan mengidentifikasi kebutuhan SPO. Untuk SPO  pelayanan  dan SPO administrasi, untuk melakukan identifikasi kebutuhan SPO bisa dilakukan dengan menggambarkan proses bisnis di unit kerja tersebut atau alur kegiatan dari kerja yang dilakukan di unit tersebut. Sedangkan untuk SPO profesi identifikasi kebutuhan dilakukan dengan mengetahui pola penyakit yang sering ditangani di unit kerja tersebut. Dari identifikasi kebutuhan SPO maka disuatu unit kerja dapat diketahui berapa banyak dan macam SPO yang harus dibuat/ disusun. Untuk melakukan identifikasi kebutuhan SPO dapat pula dilakukan dengan memperhatikan elemen penilaian pada standar akreditasi puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan primer, minimal SPO-SPO apa saja yang harus ada. SPO yang dipersyaratkan di elemen penilaian adalah SOP minimal yang harus ada di Puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan primer.  Sedangkan identifikasi SPO dengan menggambarkan terlebih dahulu proses bisnis di unit kerja adalah seluruh SPO secara lengkap yang harus ada di unit kerja tersebut. 
(5)  Mengingat SPO merupakan flow charting dari proses kegiatan maka untuk memperoleh pengertian yang jelas bagi subyek, penulisan SPO adalah dimulai dengan membuat flow chart dari kegiatan yang dilaksanakan. Caranya adalah membuat diagram kotak sederhana yang menggambarkan langkah penting dari seluruh proses.
Setelah dibuatkan diagram kotak maka diuraikan kegiatan di masing-masing kotak dan dibuat alurnya.
(6)   Semua SPO harus ditandatangani oleh Kepala Puskesmas, dan fasilitas pelayanan kesehatan primer,
(7)  Untuk SPO pelayanan dan SPO administrasi, sebagian memerlukan uji coba.
(8)  Agar SPO dapat dikenali oleh pelaksana maka perlu dilakukan sosialisasi SPO-SPO tersebut dan bila SPO tersebut rumit maka untuk melaksanakan SPO tersebut perlu dilakukan pelatihan.
j.    Hal-hal yang mempengaruhi keberhasilan penyusunan SPO
1)   Ada komitmen dari Kepala Puskesmas  fasilitas pelayanan kesehatan primer yang terlihat dengan adanya dukungan fasilitas dan sumber daya lainnya.
2)   Adanya fasilitator/ petugas yang mempunyai kemampuan dan kemauan untuk menyusun SPO, jadi aspek pekerjaan dan aspek psikologis.
3)   Ada target waktu yaitu ada target dan jadwal yang disusun dan disepakati
4)   Adanya pemantauan dan pelaporan kemajuan penyusunan SPO.
5)   Tata cara penomoran SPO.
Penomoran SPO maupun dokumen lainnya diatur pada kebijakan pengendalian dokumen, dengan ketentuan:
a)      Semua SPO harus diberi nomor,
b)    Puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan primer agar membuat kebijakan tentang pemberian nomor untuk SPO,
c)   Pemberian nomor bisa mengikuti tata persuratan Puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan primer, atau ketentuan penomoran yang khusus untuk SPO (bisa menggunakan garis miring atau dengan sistem digit). Pemberian nomor sebaiknya secara sentral.
6)      Kode-kode yang dipergunakan untuk pemberian nomor :
a)   Kode unit kerja : masing-masing unit kerja di Puskesmas mempunyai  kode sendiri-sendiri yang dapat berbentuk angka atau huruf. Sebagai contoh pada Program Bab VI, dengan VI/ SPO/  KIA.KB, dan lain sebagainya,
b)   Nomor urut SPO adalah urutan nomor SPO di dalam unit kerja upaya Puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan primer.
c)   Satu SPO dipergunakan oleh  lebih dari satu unit yang berbeda misalnya SPO rujukan pasien maka  diberi kolom unit terkait/ unit pemakai SPO.
7)      Tata Cara Penyimpanan SPO
a)   Penyimpanan adalah bagaimana SPO tersebut disimpan.
b)   SPO asli (master dokumen/ SPO yang sudah dinomori dan sudah ditandatangani) agar disimpan di sekretariat Tim Akreditas Puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan primer atau Bagian Tata Usaha Puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan primer, sesuai dengan kebijakan yang berlaku di organisasi tersebut tentang tata cara pengarsipan dokumen. Penyimpanan SPO yang asli harus rapi, sesuai metode pengarsipan sehingga mudah dicari kembali bila diperlukan.
c)   SPO fotocopy  disimpan di masing-masing unit  upaya Puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan primer,  dimana SPO tersebut dipergunakan. Bila SPO tersebut tidak berlaku lagi atau tidak dipergunakan maka unit kerja wajib mengembalikan SPO yang sudah tidak berlaku tersebut ke sekretariat Tim mutu atau  bagian Tata  Usaha  sehingga di unit kerja hanya ada SPO yang masih berlaku saja. Sekretariat Tim Mutu atau  bagian Tata Usaha organisasi dapat memusnahkan fotocopy SPO yang tidak berlaku tersebut, namun untuk SPO yang asli agar tetap disimpan, dengan lama penyimpanan sesuai ketentuan dalam pengarsipan dokumen di Puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan primer.  
d)  SPO di unit  upaya Puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan primer harus diletakan ditempat yang mudah dilihat, mudah diambil, dan mudah dibaca oleh pelaksana.
e)   Bagi Puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan primer yang  sudah menggunakan e-file maka penyimpanan SPO sebagai berikut :
v Setiap SPO harus di print-out dan disimpan sebagai SPO asli.
v SPO diunit  upaya Puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan primer  tidak perlu hardcopy, SPO bisa dilihat di internet di Puskesmas, namun untuk SPO penanganan gawat darurat tetap harus dibuatkan  hardcopy-nya.
8)      Tata Cara Pendistribusian SPO
v Distribusi adalah kegiatan atau usaha menyampaikan SPO  kepada unit  upaya atau pelaksana yang memerlukan SPO tersebut agar dapat digunakan sebagai panduan dalam melaksanakan kegiatannya. Kegiatan ini dilakukan oleh tim mutu atau  bagian Tata Usaha Puskesmas  dan fasilitas pelayanan kesehatan primer sesuai kebijakan  dalam pengendalian dokumen.
v Distribusi harus memakai expedisi dan atau formulir tanda terima.
v Distribusi SPO bisa hanya untuk unit kerja tertentu tetapi bisa juga untuk seluruh unit kerja lainnya.
v Bagi Puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan primer yang sudah menggunakan e-file maka distribusi SPO bisa melalui internet dan diatur kewenangan otorisasi disetiap unit kerja, sehingga unit kerja dapat mengetahui batas kewenangan dalam membuka SPO.
9)      Evaluasi SPO.
Evaluasi SPO dapat dilakukan dengan evaluasi  penerapannya dan revisi secara total/ sebagian SPO tersebut.
 a) Evaluasi penerapan/ kepatuhan  SPO dapat dilakukan dengan evaluasi langkah- langkah penerapan SPO apakah sudah dilakukan semua langkah ataupun sebagian langkah yang dilakukan. Untuk evaluasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan daftar tilik/ cek list
§  Daftar tilik adalah daftar urutan kerja (actions) yang dikerjakan secara konsisten, diikuti dalam pelaksanaan suatu rangkaian kegiatan, untuk diingat, dikerjakan, dan diberi tanda (check-mark). 
§  Daftar tilik merupakan bagian dari sistem manajemen mutu untuk mendukung standarisasi suatu proses pelayanan.
§  Daftar tilik tidak dapat digunakan untuk PO yang kompleks.
§  Daftar tilik digunakan untuk mendukung, mempermudah pelaksanaan dan memonitor SPO, bukan untuk menggantikan SPO itu sendiri.
(1)       Langkah-langkah menyusun daftar tilik
Langkah awal menyusun daftar tilik dengan melakukan Identifikasi prsedur yang membutuhkan daftar tilik untuk mempermudah pelaksanaan dan    monitoringnya
v Gambarkan flow-chart dari prosedur tersebut,
v Buat daftar kerja yang harus dilakukan,
v Susun urutan kerja yang harus dilakukan,
v Masukkan dalam daftar tilik sesuai dengan format tertentu,
v Lakukan uji-coba,
v Lakukan perbaikan daftar tilik,
v Standarisasi daftar tilik.
Daftar tilik untuk mengecek kepatuhan terhadap  SPO dalam langkah- langkah kegiatan, dengan rumus sebagai berikut.

Compliance rate (CR) =         Σ Ya               x 100 %
                                                                    Σ Ya+Tidak

(2)   Evaluasi isi SPO.
(a) Evaluasi SPO dilaksanakan sesuai kebutuhan dan maksimal 3 tahun sekali, dilakukan oleh masing-masing unit kerja yag dipimpin oleh koordinator unit kerja/ program.
(b) Hasil evaluasi : SPO masih tetap bisa dipergunakan atau SPO perlu diperbaiki/ direvisi. Perbaikan/ revisi isi SPO bisa dilakukan sebagian atau seluruhnya.
(c) Perbaikan/ revisi perlu dilakukan bila :
v Alur SPO sudah tidak sesuai dengan keadaan yang ada
v Adanya perkembangan Ilmu dan Teknologi (IPTEK) pelayanan kesehatan,
v Adanya perubahan organisasi atau kebijakan baru,
v Adanya perubahan fasilititas

(d)     Pergantian kepala Puskesmas, bila SPO memang masih sesuai/ dipergunakan maka tidak perlu direvisi.